Nyanyian Cinta
Esensi Hidup
Sejati
diri tak musti kekal tak mati
Sejati
diri tak harus kebal tak tembus
Sejati
diri bukanlah pribadi yang wah
Sejati
diri bukanlah yang tak terkalah
Sejati
diri merupakan manifestasi amal diri baik buruk termaktub pasti
Sejati
diri adalah esensi ibadah dengan pasrah merendah
Sejati
diri sejatinya hidup penuh arti, memutihkan yang hitam, menghijaukan kebenaran,
memerahkan kebathilan, mewarna-warnikan dunia dengan amal-amal kebaikan,
memerdukan dunia dengan lantunan isi Al-quran dan, mensholawatkan kekasih-Nya
Muhammad saw sang pemberi syafaat penyelamat nanti di akhirat.
Sejati
diri sudahkah melekat diri?
Cirebon, 200210
Sesalku
Sesalku
adalah sesal membatu. Cucuran air mata acapkali mengalir dari mata air yang
sama
Bukan tak
ada lagi lubang lain melainkan karena keegoisanku yang apilain. Tak mau menerima dan mencoba hal baru yang dapat merubah
segala ucap dan tingkah lakuku yang selalu keliru
Sesalku
karena hidupku. Tidak mantap menghadap aliran risalah Mu
Malah,
keseringan dengan istiqomah lemah membuatku pesimis dan tiada gairah
Tuhan,
dekatkan aku dengan mata air Mu
Keistiqomahan, ketawadhu’an, kemantapan dan
kesabaran ampunan rahman rahim Mu
Jauhkan
dari seringnya luruh air mata atas penyesalan dosa-dosa yang itu saja
cukup
sekian, kesamaan sesal-sesalku. Tuhan, kabulkan.
Cirebon,
280210
Umpat Kata
Di balik dinding kata mengumpat tak bergeming. Di dalam peti kata terkunci
sunyi sendiri
Di belakang dedaunan kata bersembunyi mencari ketenangan. Kata tak lagi
menyapa
ia mengumpat membuat rasa ini sepat. Tak ada yang musti ditambat
Lihat, biru langit tak lagi menggigit. Wibawa taman tak lagi menawan
Tak ada kata-kata bertebaran yang dulu menghiasi langit dan mencumbui taman
Kata kini tak ada. Pergi bersembunyi tak tahu pasti. Entah kapan ia datang
menghampiri
dan menemani dalam merangkai hati dan imaji.
Bumiayu,
Feb 2009
Tarian Orang Pinggiran
Ketika orang pinggiran tak pandai bicara. Orang berkepentingan pura-pura
mewakilinya
Ketika orang pinggiran mendapat getahnya. Orang berkepentingan mencuri
buahnya
Ketika orang pinggiran menjamur menjadi orang melarat. Orang berkepentingan
tertawa
menjadi wakil rakyat. Ketika orang pinggiran hanya sanggup menangis,
menahan penderitaan yang tak kunjung habis. Orang berkepentingan tetap ceria
dan duduk manis
Namun biar dilihat ikut merasa merekapun pura-pura menangis
Inilah perbedaan dan persamaan antara orang pinggiran dan yang
berkepentingan
Derita orang pinggiran merupakan rentetan panjang sebuah tarian
purba yang diwariskan turun-temurun oleh nenek moyang
Kebodohan, keterbelakangan, ketiadaan pendidikan, ketimpangan sosial,
kemiskinan yang mengakar dan pelampiasan sasaran orang berkepentingan
sudah menjadi profesi harian yang musti dilakoni. Agar ungkapan si Kaya-si
Miskin
si Bodoh-si Pintar, si Pejabat-si Kumal yang melarat tetap menggembirakan
di mata orang yang berkepentingan. Namun tak selamanya tarian penyesalan itu
mereka ekploitasikan agar dikasihani dan dibantu. Kadangkala mereka berani
menciptakan mimpi kemudian mereka gantung-gantungkan di langit nurani. Tentang
keberhasilan, kesuksesan dan kebahagiaan dengan mulai mengarahkan diri tuk bisa
menjadi lebih berarti.
Cirebon, 280210
Nyanyian Pemuda pada Tuhannya
Tubuh besarnya terjaring sayup-sayup suara nyanyian penyesalan dirinya yang
tak kunjung reda
Ia bernyanyi : Tuhan, mengapa ketidakenakan akhirnya yang selalu kudapatkan
resah yang menggelisah dan impian yang tergadaikan seringkali menghias
diri, kapan hujan kebahagiaan akan turun menyalami. Tuhan, bukankah tubuh ini
juga menyembah
seruan-seruan perintah tapi mengapa hatiku selalu resah dengan perlakuan
tak sesuai perbuatan
Ia membatin : Tuhan, mungkin ku tak tahu apakah ini buah salah atau
rangkaian skenario Mu
kini ku kalah dan pasrah menyadari kesombongan dan keparipurnaan ibadah
telah menjeratku
Kedua tangannya menengadah bermunajah pada Sang Maha Ijabah
Ia meminta : Tuhan, rendahkanlah jiwa ini yang menganggap tinggi
bersihkanlah hati yang sok suci dan ampunilah segala salah yang telah lama
membumi.
Bumiayu, 090310
Aku Ingin Ridlo Mu
Ya Allah Sang Maha Tuhan, kenapa Engkau
ciptakan berpasangan?
Langit bumi, surga neraka, siang malam, juga kebaikan dan keburukan yang Engkau
iradhat-kan
Memaksa kami tuk memilih itu jalan. Bercumbu rayu dengan kejahatan atau
bersusah payah bersama kebenaran. Kadangkala jerat tali dunia lebih membuat
kami tertawa ketimbang merintih
Merasakan kenikmatan larangan Mu dan segala kealpaan diri tentang akhirat Mu
Tapi kami masih tersisa secuil hati nurani yang berbisik lirih memanggil
asma Mu
Ya Rabbi, Sang Pemilik Hati genggamlah nurani kecil kami dalam dekapan Mu
teteskan air ridlo Mu dan kerinduan melantunkan bait-bait cinta dan sajak
sholawat rasul Mu
Tuhan, jika Engkau iradhat-kan begitu, sungguh betapa bahagia kami menjadi
hamba Mu
Nyanyian Cinta
Satu malam bergelayut tenang merasakan diri terasa sepi. Angin diam. Binatang
malam meredam. Bintang kelam, bahkan bulan pun ikut padam. Melihat, mendengar
dan merasakan
nyanyian cinta. Di sebuah gubuk cinta tampak seorang hamba duduk bersila
Melantunkan nyanyian kerinduan akan Rabb-nya. Nyanyian tilawah berisikan
munajah
Menenangkan hati sang penyanyi juga sekitar yang menyaksi. Extravaganza
nyanyian cinta
Bumiayu, Feb 2008
Di Bulan Agungmu, Muhammad ku
Di bulan agungmu, wahai Muhammad saw. Maulid, grebeg maulid, muludan atau
kelahiran
dan berbagai upacara penyambutan marak digelar. Lantunan dzikir dan
sholawat
terus menerus mereka semat sebab dalam hati telah mereka tambat
Namun diriku, wahai Muhammad ku. Tak banyak bahkan mungkin tak pernah
Menyebut namamu dan menyambut kelahiranmu dengan mulut basah serta wajah
sumringah
Di bulan agungmu, wahai Rasulullah saw. Aku minta digiatkan hati dan
pikiranku tuk selalu lumintu
mencintai sunah-sunahmu agar teraktualisasi diri dan selalu terpatri.
Cirebon, 280210
Sajak Tubuh
Sembilan puluh kurang sepuluh zat kehidupan merasuki tubuh
Sembilan puluh kurang sepuluh zat kematian bergelantungan
menanti berganti hidup dengan mati. Ada pesta kebahagiaan yang disemarakkan
anggota tubuh saat zat hidup meletup. Menari loncat-meloncati, penuh
Ada juga lomba isak tangis terdengar amat mengiris saat zat mematikan
mengedarkan pengumuman: Hari duka sedunia
Kini kehidupan dan kematian yang penuh luruh pada tubuh
Seakan menjadi peristirahatan kembara keduanya
Bukan pada langit dan bumi, juga surga dan neraka keduanya berjumpa
Melainkan pada tubuh lusuh. Hidup dan mati bergemuruh. Sungguh!
Salah
Siapa salah gempuran-gempuran musibah acapkali mendesah di sela-sela bumi
manusia
Siapa salah jerit tangis keras manusia menyelimuti kabut duka suasana
Siapa salah porak poranda panorama indah terjadi begitu cepat dan mudah
Siapa salah kealpaan manusia dalam diri, kekejian hati yang melingkupi
kesalahan yang tak terarah. Berganti ragam ujian dan musibah. Inikah?
Bumiayu, 080307
Gelagat Politik
Saling tuding beradu banding. Saling sikut beradu mulut
Berselendang tanding. Bersitegang raut.
Menari sinis dibalik kacamata manis. Jubah Dewan yang kelimis. Cita-citanya
menjadi manusia paling dihormati sekeliling. Tak peduli mendatangkan Tsunami
keegoisan.
Perspektif fiktif tentang pribadi aktif yang sejatinya masif, pasif, sok normatif
Gelagat jagat publik sepakat merumuskan politik identik licik. Memakan tubuh
saudaranya
yang jatuh. Seakan lapar kekuasaan memuncak penuh. Menjelma laju darah dari
balik tubuh beku saudaranya yang menderita.
Dari tepi ke tepi jagat politik berdiri meningkahi. Dari kulum ke kulum
jeritan rakyat manyun
Bergulung-gulung menggunung. Kemudian menepi terseret abrasi keegoisan,
ketidakpedulian ketersibukkan para politikus. Para anggota dewan yang sok
mengurus. Para pengusaha yang punya industrus (i). Bahkan makelar kasus. Mereka
semuanya bersembunyi dibalik usus. Ketika tangan-tangan lemah menengadah.
Mulut-mulut kecil memanggil. Mereka tetap bersiterus.
Bumiayu, 190310
Dua Lini Beda Sisi
Di ambang batas dua sisi. Antara lini kepastian dan ketidakpastian. Nampak
seutas bayang pembatas memisahkan keduanya. Bayang kemajemukan. Interpretasi
bimbang mempertemukan dua lini namun beda sisi. Satu lini kebaikan sisinya
teramat kuat mengikat. Dan satu lini keburukan sisinya mudah sekali patah.
Kulihat bayang pembatas yang memisahkan keduanya sangat jelas. Lini-lini yang
bermetamorfosis dalam hati. Melahirkan sisi-sisi yang mengikuti. Berwujud
gerak. Mengarak. Pergi.
Malu
Karena aku sama dengan angin
Angin mengibaskan sesuatu menjadi jelas
Karena aku sama dengan api
Api menghitamkan niat baik dalam hati
Karena aku sama dengan air
Air menenggelamkan sikap berani
Karena aku sama dengan tanah
Tanah kubur yang selalu saja terkubur
Karena aku sama dengan batu
Batu yang bersikeras mempertahankan sesuatu
Walau
hanya sejumput rasa malu
Karena aku sama dengan bias
Bias yang sulit sekali diperjelas
Karena aku sama dengan semuanya yang tak tampak
Pencarian identitas diri yang penuh misteri
Dan bayangan
yang terserak
Si Putih
Aku berdiri melihat kearah diatas kepalaku. Putih. Menggelepar otakku
tersengat cahaya putih. Memutih rambutku tersambar cahaya putih. Menghitam
kulitku terpanggang cahaya putih. Mengering darahku terhisap cahaya putih. Ah,
sial si putih. Selalu menyesengsarakan hidupku. Hidup setengah matiku. Semalam
ku bermimpi, si putih membunuhku perlahan-lahan. Dengan sengatan, sambaran,
panggangan dan hisapannya. Terbukti saat ku tertunduk di bawahnya, ia begitu
bernafsu mencelakaiku. Ah, dasar si putih. Kekejaman sifat yang tak pulih-pulih.
Peradaban Jalang
Sekilas terlintas dalam diri. Sketsa budaya jalang membudidaya.
Eksploitasi korupsi. Eksploitasi ideologi. Dan budaya telanjang.
Merambah dalam kancah peradaban.
Bumiayu,
250310
Putik Cinta
Kaukah bakal benih itu? Yang selalu
diidam-idamkan anak manusia. Yang menjadi modal utama terciptanya hidup
bahagia. Yang tiap kali terdampar di hati manusia menjadi lupa segala. Yang
kadang menjelma burung pembawa berita kehidupan atau bahkan kematian.
Kaukah bakal bunga itu? Bunga yang tumbuh
dalam surga. Bunga yang tak terbakar di tungku api penuh gambar. Bunga yang
diturunkan Tuhan mendamaikan seisi alam. Bunga yang tak pernah bosan
mengedarkan senyuman.
Kaukah keindahan itu? Panorama dunia yang selalu diburu mata. Suasana senja
bercumbu di tengah-tengah sekumpulan teman-temanmu. Anyaman warna-warni lintas
imaji yang menyejukkan hati.
Kakiku
Kakiku kaku
Aduh! kaki-kakiku jadi beku
Mengeras diam dalam melas
Menahan sakit yang menggigit
Lihatlah! potongan kaki-kakiku
Menggelinding lepas dari tubuhku
Berlari menjauh dariku
Kakiku aku mau
Kakiku dimana kamu?
Tanpamu aku amat merindu
Sendiri mengunyah sepi
Sekarang potongan tubuhku
Yang tanpamu, mulai membiru, beku
Merindukan kedatanganmu, kakiku
Sajak Lampu
Mata sinarmu menyudutkan tubuh gelapku dipojokkan kamar ini. Tertangkap
sinisnya picingan sinar matamu. Seperti dipicingkannya pejuang Palestina oleh
militer zionis. Agresif dan sadis. Menggetarkan relung ketakutanku yang
perlahan membeku. Sejenak kuterhenyak. Bingung. Kenapa setiap kali sinar matamu
memburuku tiba-tiba aku kaku. Apakah aku malu karena sinar matamu memutihkan
sisi-sisi gelap tubuhku. Menjadikan transparan bagai purnama bulan. Hingga
terkuak tiap titik-titik gelap yang menyesap. Menyirat seonggok aib hasil
persetubuhan hati dan pikiranku semalam. Nikmat jahat. Terpublikasi pancaran sinar
matamu yang berpendar.
Bumiayu,
290310
Do’a Taubat
Wahai Tuhan sang penengadah taubat
Ampunilah dosa-dosa yang tlah diperbuat
Rutinitas maksiat menjadi agenda wajib setiap saat
Hingga tak ada sedetikpun waktu dzikir dan bersholawat
Terbonsai kenikmatan instan setan dan Iblis yang laknat
Duh, Gusti maha sawiji sifat
Putihkanlah tubuh hitam ini sebelum menjadi mayat
Agar tak diinjak Munkar Nakir nanti di liang lahat
Dan dahsyatnya hari PembantaianMu kelak di akhirat
Wahai Allah Empunya rahman rahim dzat
Teteskanlah hujan ampunan dan istiqomah
yang kuat
Dalam mengarungi dinamika hidup yang sering jahat
Jadikanlah taubat ini sebagai pusaka sabar dan taat
Diam
Dalam pusaran waktu terhembus sepi
Keberadaan sekitar yang menyaksi
Drastis, seakan berubah menjadi benda-benda mati
Tertimbun sunyi. Lebih baik diam
Menuruti ajakan hening
Tak ingin perdebatan pusing. Lebih baik diam
Menyusun diri
agar hati dan pikiran rapi. Lebih baik diam
Merasakan simponi kematian
perlahan dikumandangkan. Lebih baik diam
Menyaksikan upacara suci sang Hyang Widi
Terlaksana tanpa dentuman orasi
Sebaliknya banjir akan sesaji
Dan komat-kamit penyaji sehari dini
Menunggu diri
Suci
Dalam sepi. Dalam sunyi. Dalam sesaji
Diam
Menyepi
Bumiayu,
310310
Cahaya
Sesekali waktu serigala bersipongang meradang
Binatang-binatang kecil mengerdil
Menjulang cakrawala kekuasaan dan
Menjadi tanah sesuatu yang lemah di bawah
Begitulah..
Semenjak kita meninggalkan jejak
Di kehangatan kandungan dan keluar bersama isak
Menapak hidup baru dalam ranah sesak
Di situlah awal perjalanan hidup bergerak
Mengarak..
Sengkarut kedigdayaan saling berebut
Mengesampingkan nilai moral yang semakin susut
Di atas altar hingar bingar
Kita menengadah takdir dengar
Mengumbar..
Sepotong nyawa berharga yang kita bawa
Akankah menjelma bunga bahagia ataukah duri-nya derita?
Semua dilayarkan takdir dari balik tabir
Yang mendetak, kemudian sampai pada kita
Muaranya..
Sebagai penangkal deritanya kehidupan
Ada cahaya-cahaya ketenangan
Dalam lembaran Qur’an dan jejak kehidupan (Muhammad saw)
Yang menyenandungkan syair solusi kehidupan
Sejati..
Bumiayu,
230410
Penipu
Hahaha…
Kata orang aku baik
Pribadi lembut
akhlak penurut
Hahaha…
Sebenarnya baik adalah munafik
Sopan adalah angan-angan
dan lembut adalah kusut
Hahaha…
Mereka tak melihat sejatinya
Sifat munafik
Pikiran gemar berangan
dan moral yang susut
Merupakan jubah asli
Diriku yang tersembunyi
Dihati
Hahaha…
Aku penipu
Menipu diriku
Bukan kau, dia, apalagi mereka
Tapi aku
Kau
Kau jasad busuk
Pribadi remuk
Yang tak kenal nasihat baik masuk
Yang tak kenal arti persaudaraan
saduluran
Kau jiwa merana
Hati hampa
Yang tak peduli rasa
Yang tak terpermanai keburukannya
seluruhnya
Kau tetap saja kau
Kau yang selalu bengis
Kau yang selalu bebal
Tak memahami arti tangis
dan sebuah sesal
Dasar kau pengacau!
Kembalilah kau
Ke ‘kau’ yang sebenarnya
Protes Kata
Nanar mata coba kutelengkan
Ke kanan dan kiri rangkaian lazuardi
Tampak abu-abu menguasai
Hingga bercak biru semua tertutupi
Kelabu!
Desing telinga mengajakku bercengkerama
Membahas isu hangat
Praktek politik dan birokrasi
yang lemah syahwat
Ada tapi tiada
Percuma!
Dengus hidung di emperan gedung
Tercium wangi dari sudut pandang
Mata telanjang
Walau sebenarnya tidak tahu
Apakah benar wangi atau sekedar mengelabui
Hingga masyarakat awam berasumsi
Rapi, wangi dan suci
Sok pasti!
Getar mulut terdengar membentuk
simponi nyanyian pasrah
Suara-suara kecil yang amat sering mendesah
Tak ada lagi gairah
yang ada pengharapan bosan yang berubah menjadi
penyesalan
Bualan!
Gemulai tangan lemah lelah
Melambai sepanjang hari
Menuntut hak asasi dan harga diri
Tapi tak ada jawaban
Sepi!
Sampai akhirnya terpaksa tangan kami dipakai tuk mengais
sisa-sisa rezeki
Seringkali!
Riuh kaki bergemuruh
Mengejar keadilan penuh
Meski berkeadaan lusuh
Pada aparat penegak hukum kami bersimpuh
Patuh!
Namun bukan jawaban ketenangan
yang mereka iming-imingkan
Kalau tidak membawa segepok
uang sebagai jaminan kebebasan
Sungguh, sudah teramat kroniskah?
Penyakit nurani
Orang-orang berkepentingan negri ini
Sudah mati rasakah?
Nilai-nilai kemanusiaan
Orang-orang berduit negri ini
Atau bahkan, sudah terkuburkah?
Jiwanya hingga yang tertinggal
hanya jasadnya
Semoga saja tidak
Semua!
Rindu Langit
Senja kali ini ramai sekali
Semacam ada pesta kerinduan
yang dikumandangkan
Para penghuni langit
untuk teman sejawatnya dibumi
Ada genderang gelegar
Tetabuhan petir
dan kerlap-kerlip kilat
Tak ketinggalan nada rerintikan
Melengkapi dahsyatnya kemeriahan
dan para penghuni bumi pun
Tak kalah meriah
Sebelum masuk kita disambut
“Selamat datang kawan sejati,
kedatanganmu begitu berarti bagi kami”
Tapi sekali lagi
Tak semua penghuni bumi
Menganggap upacara ini berarti
Ada sebagian manusia yang belum tahu kemanusiaannya
Berkata bahwa ini adalah malapetaka
Ancaman ketakutan
Ancaman ketakutan
Dalam prosesi upacara kerinduan
Nama Indah-Mu
Ya Allah ya Rahman ya Rahim
Bukakanlah mata hati hamba yang sudah lama tak tersapa
Terpeti-es-kan oleh kesombongan dan keangkuhan isi jiwa
Hingga terbalik posisi; keburukan adalah kebaikan dan
sebaliknya
Ya Allah ya Malik ya Qudus
Bangunkan nurani insani dalam hati nan tulus
Jangan biarkan membeku di antara rindang pepohonan
Kesejukan airmata di depan mata selalu saja terlupa
Ya Allah ya Ghafur ya Syakur
Tebarkan ampunan dan kesadaran bersyukur
Dekatkan hati hamba bersama mereka orang-orang yang Kau
cinta
Izinkan merasakan indahnya
sejati kehidupan
Sholawat
Gema sholawat menyemburat
Saat matahari diufuk timur hangat
Gradasi suasana yang begitu nikmat
Tampak memikat
Tertambat niat memasyarakatkan sholawat
dan mensholawatkan masyarakat
Meraih predikat orang-orang yang selalu taat
Menebar sholawat menuai barokat
Menghidupi kembali sunat-sunat
Baginda Muhammad sang penyelamat
Penuang syafaat kelak di akhirat
Untuk umatnya yang memperbanyak sholawat
“Allahumma shalli ‘ala Muhammad
Wa’ala ‘ali sayyidina Muhammad
Wa ashabihi ajma’in”
Amin
Perut
Kutatap perutku yang kotak
Aduhai! Lebar sisinya bulat bagai bak
Bundar melingkar tampak
Bentuk kotak yang berangsur-angsur samar
Menjelma gelembung besar dan lebar
Menonjol kedepan
Wah! Persis mbok Inah hamil tujuh bulan
Membayangkan pasir kali
yang dibungkus rapi karung goni
Menempel di badan
Ugh! Sungguh tak menyenangkan
Bola Berhala
Berhala kita, bola
Bola yang diberhalakan melebihi Tuhan
Jimat keramat yang dielu-elukan bagai patung agung
Terbukti malam ini sebagian manusia
Ramai-ramai mencampakkan Tuhannya
Meninggalkan panggilan kemenangan-Nya
Terkalahkan ajakan mesra sang bola
Menonton dengan bangga tim kesayangannya berlaga
Diarena permainan yang kontras rekayasa
Ketimbang merapatkan kaki dan menyejajarkan bahu
Ramai-ramai mendirikan waktu fardhu
Tak terbayang luar biasa banyaknya
Orang-orang yang terbuai manja berhala bola
Di stadion saja terdapat delapan puluh ribu lebih
Belum termasuk panitia, para pemain, pelatih dan
asistennya
Di luar itu, di gedung, di rumah-rumah, di daerah-daerah
Baik kelas atas, menengah maupun bawah
Sama-sama sumringah menyembah
Perhelatan agung berhala bola yang diusung
Berharap mantap doa kemenangan hinggap
Apakah mereka lupa atau benar-benar amnesia?
Ajakan kemenangan Tuhan saja tak diindahkan
Bagaimana mungkin kemenangan akan mereka dapatkan
Iyakan?
Bumiayu, Desember 2010
No comments:
Post a Comment