SEPOTONG
Tuhan, lagi-lagi Kau pisahkan
aku dengan keseluruhan
Seringkali bahkan tiap waktu
Kau slalu begitu denganku
Adakah ketidaksamaan antara aku
dan dia?
Hingga terpaksa Kau beri aku
dengan pemberian yang sepotong
Padahal ingin sekali kurasakan
secara keseluruhan tanpa bolong
Seraut kesempurnaan utuh
bersama
Bumiayu, 18 Mei 2011
KURSI
GOYANG
Tiap
hari kudatangi dirimu yang tergeletak dipojok balai tamu
Walau
sudah kutemani tiga puluh menit
Kau
masih saja tampak tersenyum pahit
Enggan
mengucapkan terima kasih
Runut
waktu memakan usiamu hingga kau terlihat rapuh
Dulu
kau menjadi perhatian anak-anakku
Mereka
rela berebut demi duduk di singgasana yang ku beli baru
Maklum
mainan baru pasti bikin seru, begitu kata anak-anakku
Namun
sekarang saat hilang karomat
Berterbangan
kesaktian azimat
Kegetaran
goyangmu yang dulu dahsyat
Kini
luluh lumat terinfeksi dendam kusumat
Para
penguasa yg mendudukimu dulu
Kursi
goyang sekarang sedang meradang
Meratapi
diri dan mencaci org2 yg dahulu menduduki
Bumiayu, 27 Juli 2011
SEKILAS KAMU
Ada bayang celangkup wajahmu
dalam pagutan mimpiku
Sebelum terbangun aku rasa
sudah hendak menggapainya
Mendekap rerantingan
jari-jari manismu sesudah itu
Namun suara berisik buru-buru
mengusik semuanya
SEKILAS MARAH
Teriak..
Rusak-rusak!
Masa, setiap orang begitu semua
sikapnya
Tak adakah rasa bersalah barang
setitik saja?
Setitik, bukan titik-titik yang
membutuhkan jawaban keharusan nan panjang
Tapi setitik ya atau tidak, itu
saja!
Di telpon serempak kompak muak
Mendengar cempreng-cempreng
suara kaleng
Dari mulutku yang mungkin bau
Alaah! Apa kalian juga tidak
begitu?
Menyimpan nafsu tapi
menyembunyikannya dibalik saku
Hingga tak terburai aromanya
lewat depan pintu
Huh!
Bumiayu,
28 Juli 2011
SAJAK
PUJIAN
Gerai dedaunan beriringan
Ramai-ramai melambaikan
senyuman
Sok akrab, penuh mesra
Mungkin saja sedang cari
perhatian
Mencoba merampas hatiku dengan
lembut tanpa gilas
Tanpa dentuman keras
Ah, perlahan aku terenyuh
Sifat dinginku luruh
Terburai senyum dedaunan yang
menyentuh
Decak kagum pujian coba ku
tengadahkan
samar-samar lewat bisikan hati
pada Tuhan
Sungguh muara pujian seluruhnya
Berkulminasi hanya pada-Mu saja
*) kenangan perjalanan ke
workshop penulisan di cirebon
juli 2011
SEKARAT CINTA KITA
Saat ku toreh cintamu
kau bilang jangan
sambil kau angkat lembar hatimu
berkilah ternodai kotoran
pena perasaanku
Dalam auman perjalanan
dan kesekian desahan
yang menusuk album
ku mencari sebuah tambatan
kasih-sayang yang terkulum
Lalu ku coba sapa lagi cintamu
di antara lekukan kerudungmu
dan bayang pagutan wajahmu
Kau masih membuang pandang
mendepositokan jelang
menganggapku jalang
belum pantas ku pinang
Dengan apa kubasuh cintaku
agar kau mau putih-ku
seperti kelopak melati menyapa
pagi
ditemani percik embun dipucuk
dedaun
"begitukah seterusnya
cinta kita!" seru hatiku kelu
"kau urus dahulu niat
sucimu!" teriakmu berderu
: sekarat cintaku padamu
Bumiayu, 12 Agustus 2011
BUNGKUSAN
CINTA
bungkus plastik bekas wadah
kekesalanmu masih tersimpan rapi dalam almari kacaku. sesekali kupandangi lalu
kuambil dan kulihat-lihat lagi isinya, barangkali sisa-sisa kebencianmu masih
dapat kucium semerbaknya. hmm.. masih seperti yang dulu bebauan itu. tak apa
kau tak menganggapku ada, tapi ku tetap menantimu kapan pun waktunya tiba. Di
balik lipatan hati kecilku ada sepasang sel kasih sayang yang membisikkan
kepadaku; "pemuda, jangan pernah putus asa dalam memulungi cinta. suatu
saat akan kau temukan tempat pembuangan akhir yang disitu terdapat bungkusan
cinta yang benar-benar terpelihara dan masih utuh (disegel). yang sengaja Tuhan
berikan hanya untukmu, ya spesial untukmu seorang."
SHUT
DOWN!
Bulir pasir syahdu berdesir
Menyanyikan lagu kematian pada
sekitar yg menyaksikan
Lagu-lagu sumbang tanpa liukan
goyang Karawang
Tanpa celoteh manis yg keluar
lewat mulut biduannya yg erotis
Tapi sunyi, angin pun tak sepoi
Cuma sekedar menyapa pasir
Bergilir menyanyikan kebahagianku
yg terusir
Huhf.. huhf..!
Susah payah ku menghisap udara
Sebab kematianku dimatikan
tanpa rekayasa
Musti ku pikul sendiri beban di
diri
Bahkan di upgrade piranti
lunaknya nanti
Sehabis di shut down kebekuan
lapang hatimu yg risau
*) gak nyambung banget yah?!
TANGGAKU
IDOLAKU
terkesiap jutaan pasang mata
memandang penuh pecundang
menyetubuhi tiap inci potongan
tubuhku yang mereka anggap suci
menjilat, menggigit kemudian
mengunyahnya tanpa sadar
tanpa mengucap jampi-jampi
dengan tartil dan benar
seperti yang pernah diajarkan
Eyang Sutakrama
dahulu pada anak cucunya
ah, sialan! jangkrik!
ngapain aku tiduran mengangkang
sedang selangkanganku dicumbui
banyak orang?
tak tahu malukah mereka tentang
arti kemaluan?
harga diri dan arti
persaudaraan saduluran?
tak ubahnya konglomerat,
pejabat, birokrat dan aparat
yang menjilat ludah mereka kala
dilemparkan pada wajah-wajah sengsara
cinta, aku di cekoki cinta akan
tetangga
disumpah mengikuti apa-apa yang
diucapkannya adalah benar adanya
halah, kadal buntung!
maunya ngambil untung disaat
aku buntung
tidak! aku tak lagi
mengidolakan tetangga
ketika kebenaran diusung
tinggi-tinggi
kejahatan terbang melesat lebih
tinggi, mengungguli
Bumiayu,
06 Sept 11
BOHONG
Sekedar bicara
Aku bisa mengusungnya keras-keras
pake TOA
Sekedar kata
Aku bisa menuliskannya
besar-besar di pamflet kota
Sekedar bisik
Aku bisa menjalarnya lewat
suruhan tetangga yg tak pergi mudik
Sekedar igau
Aku bisa menyampaikannya kala
otakku risau
Sekedar teriak
Aku bisa menyuarakannya di gang
pemukiman penuh sesak
Sekedar bohong
Aku bisa mengatakannya kapan
pun di waktu lorong
Sekedar lidah
Semua orang juga bisa
mengumbarnya mentah-mentah
Entah itu baik buruk yang
penting hati sumringah
Bumiayu, 12 Sept 11
BEKAS
KERINGAT
Ada bau matahari menyengat
dibalik ketiak buruh-buruh giat
Ada tetes wewangian parfum
konglomerat
dibalik mewahnya selangkangan
para pejabat
Ada kucuran deras uang rakyat
dibalik saku celana para
birokrat keparat
Ada bintik-bintik setoran wajib
zakat
dibalik lidah hukum para aparat
Ada aliran duit-duit laknat
dibalik nikmat desah PSK dan
para pemuja syahwat
Ada jutaan peluh tersekat
sekarat
dibalik dinding peraturan yang
tak sepakat
Ada gulir-gulir zikir semangat
dibalik pekat keringat
segelintir orang baik dan taat
Bumiayu, 22 Sept 2011
BILA
KUPUNYA
Bila kupunya cinta
Pasti seluruh taman tak akan berbunga
Bila kupunya kasih
Pasti rambut seluruh bayi akan memutih
Bila kupunya sayang
Pasti permainan sepak bola tak lagi ditendang
Bila kupunya pacar
Pasti kulit mulus bintang iklan berubah jadi cacar
Biarlah bila ku tak punya apa-apa
Atau bila ku tak dipunyai siapa-siapa
Biarlah ku peluk sendiri dukaku
Ku redam resahku
Ku simpan rinduku
Bila ku pergi
Pun juga sendiri
Bilaku mati
Lagi-lagi sendiri
Untuk kalian
yang sempat terjaring di hati
Maafkan
Aku
BOLEHKAH
AKU
Bolehkah aku mencintaimu?
sederhana saja
seperti biasa
tanpa bicara
Bolehkah aku merindumu?
sama seperti biasa
tanpa kata
sekedar rasa
Bolehkah aku menciumi pintu rumahmu?
sambil mengikuti senyummu
tanpa ragu
Bolehkah?
NANTI
BAGAIMANA
Kasih, kalaupun seandainya
cintaku kau terima
Nanti bagaimana?
aku menyambutnya
sedang kedua tanganku kotor dan tak ada wangi-wanginya
Kasih, kalaupun seandainya
kau ridha
Nanti bagaimana?
aku menyakinkannya
sedang orang tuamu saja belum rela
Kasih, kalaupun seandainya kita jadi menikah
Nanti bagaimana?
aku berikrar sumpah
sedang mulutku terkunci dosa-dosaku
bisu
Kasih
Nanti bagaimana?
Atau
Bagaimana nanti saja?
Bumiayu,
16-17 Des 2011
IBU
(boleh Emak, Mak, Mamake, Mbok,
Biyung, Mama, Mamah, Mami, Umi, Bunda, Bundo, dsb)
reruntuhan kalbu menjelma
senyum syahdu
menyapih rintih buah hatimu
dalam malam perih
setiap saat, setiap kami
bergeliat
tanganmu lincah menadah
tetes air susumu
tak sepadan harganya dengan
susu-susu
kaleng yang dijual di toko baru
setengah nyawa yang menempel
pada kami
adalah nyawa titipanmu
dalam ucapan katamu
sibuk dengan doa dan pinta
kelak anakmu bahagia
Bumiayu, 22-12-11
LESUNG PIPIT
: Dia
Aku melihatmu lewat mataku yang
sipit
Dua titik lekukan istimewa yang
terhimpit
- diantara senyum terkulum
hingga duri malam menusuk
album
melahirkan opium
Aku merasakan nyaman dan tidak
sempit
Sesaat menelusuri lesungmu yang
pipit
- diantara wewajah sumringah
hatiku terperangah
di cerca gelisah
Aku sadar aku pengidap amnesia
Buru-buru ku kubur angan-angan
seketika
- diantara ya dan tidak
memiliki atau sekedar
merasai
lebih dominan tidak
ternyata
Aku belajar memunguti
butir-butir kesalahan
Ngendong pada kaki-kaki mungil
burung pipit
- diantara realita dan
fatamorgana
bertahan meraih asa
tanpa jeda
Bumiayu, 23-12-11
LINGKAR
KEMATIAN
Kawan! Kalau boleh aku
bertanya, sebelum kematian menjemputku secara paksa
Ketika egoku menamparmu, maukah
kau maafkan aku?
Ketika amarahku menelanjangimu,
maukah kau maafkan aku?
Ketika lidah busuk ku
menusukmu, maukah kau maafkan aku?
Ketika hati jahatku meracunimu,
maukah kau maafkan aku?
Ketika kelaminku mengajak
kelaminmu makan-makan diluar, walau cuma khayalan tapi kamu yang traktir,
maukah kau maafkan aku? Sebab aku tak sanggup membayarnya
Kawan! Lingkar kematian begitu
terasa membayangiku
Maukah kau terima recehan
hitamku?
Agar kelak kalian cuci bersih
dan menjadi putih
Karena aku tak mau nanti di
tanya malaikat, koin masuknya kotor, hitam semua
Kawan! Aku rasakan sentuhan
kematian perlahan semakin kencang
Maafkan, maafkan aku, kawan??
Kamar kecil, 24 Okt 2011
PAMALI
Lihatlah pohon jati diseberang
jalan itu
Daun keringnya berserakan saling bertumpukan
Antara satu yang lama dengan yang baru
Seekor ayam tiba-tiba mengoreknya dg cakaran
Terkesiap, meloncat daun hingga tanah di bawah protes mengalun
"Hai, Ayam! Jangan singkap percumbuan kami. Dedaun itu adalah kekasihku
yang menemani kala sendiri, yang menghibur kala terkubur, yang menghangatkan
kala hujan dan perlu kau tahu, ia adalah separuh hidupku."
"Ya aku tahu. Menindih hubungan di atas hubungan orang lain
dilarang."
TIRAKAT
Yang sendiri
Yang semedi
Yang mencari
Yang puja-puji
Yang jati diri
Yang sesuci
Yang sepi
Yang mati
Yang sayang
Yang terbuang
Yang jalang
Yang malang
Yang hilang
Lakumu palsu
Ucapmu tipu
Hasratmu nafsu
Bumiayu, 14-12-11
CELOTEH
PAGI
Pagi menerobos kulit keringku,
memaksa
dengan kasar menguliti setiap
inci tulangku
Buah jengah tampak menjumbai
dari kusut wajahku, berlapis
bayang sendu yang seringkali
menggerutu
Ah, resah apalagi yang
menciumiku
Dosa purbakah yang bergema?
Atau
rintih perih sakratul maut
nuraniku yang menggebu?
Lipat bergelipat
Gusti, perkenankan aku merayu
Bergelayut dalam selendang
arsy-Mu
Tak diizinkan sampai naik pun
lumayan asalkan
bisa menyentuh tali ampunan itu
Terjuntai santai
Tapi aku lebay
Tak sanggup menggapai
Hanya celoteh keluh, bersauh
dari umpatan mulutku yang
jarang terbasuh
Geletar embun dipucuk dedaun
menari
Bergoyang pinggul sedari dini
Menertawaiku tanpa henti
Bumiayu, 24 Nov 2011
N U R A N I
Oleh: Rossi Elbana
Dari kulum ke kulum
Namamu berdentum
Pahlawan, kalian persis seperti
buruh
Dipekerjakan dengan hanya upah
peluh
Bunga jasamu di junjung tinggi
tanpa rekayasa
Tapi tetap saja refleksi sisa
hidupmu penuh derita
Pahlawan, pekik kemerdekaan
yang kalian gema
Lebih parau dari pesta
dirgahayu yang dikumandangkan anak muda
Bahkan gelegar tombak-tombak
bambu itu pun berhenti
Terhanyut simponi bunyi
langkah-langkah kaki pejuang sejati
Dari jurang ke jurang
Namamu terentang
Pejuang, lendir perih
Luka meradang lirih
Budi baikmu dibuang sembarang
Ngarai zaman bosan berdendang
Dari hati ke hati
Namamu terkunyah sepi
Pejuang, nurani tak pernah mati
Ia hidup dalam singgasana hati
Pencampakan acapkali mengiringi
tanpa
Seperti telur yang dibuang
cangkangnya
Pahlawanku
Pahlawanmu
Pahlawan kita
Bumiayu,
12 November 2011
SESAL SESAAT
lagi-lagi jejak sesal seperti
ini yang kurasakan
sesal purba bergema
sesal dosa anak-anak Iblis yang
menangis
sama tak ubahnya, aku
merengek dan menggerutu
minta maaf pada Tuhan sekarang
maafkan dosaku yang jalang
sekedar untuk hari ini
sumpah salahku ku akui
entah besok
mungkin masih akan terseok
dan membekas borok
#refleksi hati
Bumiayu, 08 Nov 2011
MENGUAP
PAKSA
Ada bau bangkai menuking tajam
melesat terseret mulut tetangga
Hingga terburai ramai ejekan
mulut tetangga lainnya yang tak suka
Seonggok bangkai itu pun tak
tinggal diam
Cepat-cepat ia merubah diri
menjadi bongkahan berlian
Haha, dasar tuh tetangga!
Disodorin berlian mah
terbelalak tuh mata
Bumiayu,
06 Nov 2011
UNDANGAN
Kepada Yth: Sekumpulan nafas
bias mengitari daging kemaluan, asyik masyuk. Entah laki atau perempuan, masih
samar.
Di: Tempat istirah tubuh lelah,
kamar gelap dengan udara pengap.
Assalamu'alaikum: Sajian doa
purba semoga menyeret kita pada keberkahan.
Dengan Hormat: Kepala bergengsi
yang acapkali diagung-agungkan.
Acara: Titik balik fenomena
aktualisasi hidup yang serba instan, berputar ke awal mencari titik temu.
Hari / Tanggal: Kebiasaan
mutlak tempat menginap matahari.
Waktu: Dentuman peristiwa masa
silam dan yang akan datang.
Tempat: Lahan pemanjaan nafsu
dan tamak.
Sekian: Penghujung jemantik
tua, nafas resah, asa punah dan rebah tanah.
Tertanda: Bercak darah kering.
Bumiayu,
26 Okt 2011
NUANSA
Taplak meja kelihatan murung
seperti kelinci hias yang
terkurung
Gelas kaca membisu menunggu
tamu
seperti perkutut pilu
Toples biskuit terasa kaku
seperti bulu landak semu biru
Asbak rokok tenggelam dalam
seperti kerbau yang mengeram
Kembang buatan terenyuh peluh
seperti keledai ramai mengeluh
Kursi jati angkuh meningkahi
seperti anjing liar menang
rebutan lokasi
Karpet alas kaki berlari
mengumpat
seperti tikus yg dikejar kucing
membawa pisau lipat
Wajah manismu tersekat
bingkai album
Seperti pagar kabupaten
julangnya melebihi presiden podium
*bersambung
Bumiayu, 25 Sept 11