![]() |
pict: google.com |
Tugu Selamat Datang yang menjulang tinggi di pusat ibu kota menjadi latar indah, membatasi hamparan jalan aspal dengan sodetan-sodetan kecil. Sebab kemarin-kemarin dicumbui banjir yang memaksanya menikmatinya. Hembusan angin menjadikan air mancur seketika bergoyang gaya ngebor Inul Daratista. Membuatnya tidak tepat jatuh di atas kolam. Melainkan terbang, beralih menindih jalan.
Di pinggiran kolam, di bawah kucur air mancur, sebuah
bungkusan plastik hitam teronggok tak bertuan. Membuat Karmin -seorang petugas
kebersihan- penasaran. Dengan cekatan, bungkusan itu ia raih. Kena.
Diletakannya di jalan. Ada
bebauan tak sedap menyergap. Semakin penasaran. Ia membukanya. “Astagaaa!”
Saryo yang sedari tadi sibuk menyapu jalan, terkejut
mendengar teriakan Karmin.
“Ada
apa, Min?” teriaknya.
“Ini, Yo… ada orok dibungkus plastik, mati mengenaskan”
jawab Karmin nyinyir.
“Yang benar?”
“Lah, ini lihat!”
“Iya, Min... terus gimana?”
“Kita serahkan saja pada polisi.”
Dugaan sementara para warga adalah bayi itu dibuang orang
tuanya ke sungai. Lalu terbawa arus banjir besar kemarin yang juga menggenangi
sekitaran bundaran. Kemudian masuk ke kolam.
***
Entah kenapa, semenjak Karmin menemukan mayat bayi yang di
buang orang tuanya, memorinya tertarik ke belakang. Ia teringat masa lalunya
yang sering gonta-ganti pacar. Yang gilanya, wanita yang dia pacari musti ia
gagahi. Hukumnya wajib. Tak peduli ia melakukannya ‘tanpa pengaman’. Apakah mereka yang dulu kutitipi air mani,
yang dengan pengecut kutinggalkan begitu saja, mereka hamil? Mungkin karena
malu tidak ada bapaknya, anak-anak itu mereka buang seenaknya? Ah, sungguh
bejat diriku! Karmin merutuki
dirinya sendiri.
***
Tugu Selamat Datang masih menjulang. Hotel Indonesia pun masih
ada dan tidak hilang. Gerobak sampah terparkir di sekitar bundaran. Karmin dan
Saryo masih setia membersihkan jalan. Beberapa moda transportasi darat selain
kereta api, masih sering merayap dan mengendap-endap di tengah jalan. Bahkan
ada yang berdiam diri. Rela mengantri berjam-jam demi mendapat ‘tiket jalan’. Di
trotoar anak-anak jalanan berseliweran meminta hak saweran.
_
bumiayu, 250113
No comments:
Post a Comment